0 items / $0.00
plasticandplush

Rezeki Melimpah Dengan Sedekah

Rezeki Melimpah Dengan Sedekah

Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendakiNya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah dapat menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba: 39)

Keuntungan sedekah tidak mampu dihitung dengan rumus matematika konvensional. Seorang ustad mengistilahkan dengan matematika sedekah. Mengacu kepada ajaran Islam, bahwa sedekah satu dapat dilipatkan menjadi sepuluh, ia lalu merusmuskan demikian, “sepuluh ribu dikurangi seribu untuk sedekah, hasilnya adalah sembilan belas ribu. Jika dikurangi dua ribu untuk sedekah, hasilnya menjadi dua puluh delapan ribu https://sedekahlagi.com/ ”.

Itulah rumus matematika sedekah, yang merupakan perasan berasal dari sejumlah keterangan dalam Al-Quran dan hadis. Allah SWT sendiri berulang kali meyakinkan bahwa sedekah tidak dapat kurangi harta. Dalam pandangan awam, harta sesungguhnya menyusut saat dipakai untuk sedekah. Tetapi dalam kacamata iman, tidaklah demikian.

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalur Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri, dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan dikarenakan mencari keridaan Allah, dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu dapat diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak dapat dirugikan.” (QS. Al-Baqarah: 272)

Ayat di atas menggarisbawahi “harta yang baik” dan “di jalur Allah”. Karena, terlalu boleh menjadi orang laksanakan sedekah tetapi dengan harta yang tidak baik. Misalnya, membangun masjid berasal dari praktik korupsi, mendirikan pesantren berasal dari hasil pelacuran, menolong panti asuhan berasal dari usaha narkoba, dan seterusnya https://qurbannusantara.com/ .

Tidak sedikit pula orang yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar hanya untuk menyukseskan perbuatan atau kegiatan yang tidak baik. Lihatlah para konglomerat yang rela merogoh kocek miliaran rupiah untuk menyelenggarakan pagelaran musik, kandidat pemimpin yang mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk belanja suara, tersangka hukum yang menambahkan gratifikasi triliunan rupiah untuk menyuap hakim, dan seterusnya.

Harta tidak baik yang digunakan di jalur Allah SWT dan harta baik yang digunakan di jalur setan, keduanya tidak bernilai sedekah di mata Allah SWT. Sedekah mesti mencukupi dua kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas. Yaitu harta baik yang disalurkan di jalur Allah SWT. Itulah harta yang tidak sia-sia, dikarenakan Allah SWT dapat menambahkan ubah secara berlipat ganda.

Janji Allah SWT tidak pernah dusta. Kewajiban orang beriman adalah meyakininya dengan segenap hati. Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda, “Tiada sehari pun sekalian hamba memasuki suatu pagi, kecuali tersedia dua malaikat yang turun. Salah satu berasal dari keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ubah kepada orang yang menafkahkan hartanya’. Sementara yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kebinasaan kepada orang yang menghambat hartanya’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengelola harta sesungguhnya bukan perkara mudah. Harta sering mendatangkan keberuntungan. Tetapi kecuali tidak benar menggunakan, harta justru membuahkan kerugian. Karena itu, Islam menambahkan arahan lengkap seputar cara mengelola harta sehingga kepemilikan harta berujung keberuntungan, bukan kerugian.

Salah satunya adalah lewat ajaran sedekah. Harta yang disedekahkan, itulah harta yang sebenarnya, dikarenakan dapat kekal hingga di alam baka. Yang berada di tangan tidak lain dapat menjadi hak ahli waris.
    
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pernah bertanya, “Siapakah di antara kamu yang lebih menyukai harta ahli warisnya daripada hartanya sendiri?” Serentak para teman baik menjawab, “Ya Rasulullah, tiada seorang pun berasal dari kami, melainkan hartanya adalah lebih dicintainya.” Beliau kemudian bersabda, “Sungguh harta sendiri ialah apa yang sudah terdahulu digunakannya, sedangkan harta ahli warisnya adalah segala yang ditinggalkannya (setelah dia mati).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas, secara tidak langsung mengingatkan bahwa harta yang tersedia di tangan kami sesungguhnya hanya titipan Allah SWT. Supaya manfaatnya tetap mampu dirasakan hingga kami kembali ke akhirat, maka harta itu mesti dinafkahkan di jalur kebaikan semasih hidup di dunia. Lebih membahagiakan, balasan Allah SWT lebih-lebih sering tidak mesti tunggu di akhirat, tetapi langsung Dia tunaikan saat kami tetap hidup di dunia, berupa rezeki yang melimpah.

Rezeki adalah segala pemberian Allah SWT untuk pelihara kehidupan. Dalam hidup, tersedia dua type rezeki yang diberikan Allah SWT kepada manusia, yaitu Rezeki Kasbi (bersifat usaha) dan Rezeki Wahbi (hadiah).

Rezeki Kasbi diperoleh lewat usaha dan kerja. Tetapi Rezeki Wahbi datangnya di luar prediksi manusia, kadang malah tidak butuh jerih payah. Karena Rezeki Wahbi merupakan wujud karakter Allah SWT, maka orang yang gemar laksanakan sedekah terlalu berpeluang meraih rezeki type terakhir ini.

Allah SWT berfirman, “Permisalan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan harta di jalur Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, terhadap tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) kembali Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)

Sangat banyak ayat Al-Quran dan hadis Rasulullah SAW yang mengutarakan keuntungan sedekah. Setiap kami berpeluang meraih keuntungan itu sepanjang gemar laksanakan sedekah disertai kepercayaan mantap terhadap kemurahan Allah SWT. Tidak tersedia ceritanya kemiskinan dikarenakan sedekah. Tidak pula orang terhubung pintu permintaan, melainkan Allah SWT terhubung untuknya pintu kemiskinan.

Sebab itu, jangan kembali mengupayakan menghitung keuntungan sedekah dengan rumus matematika seperti biasanya kami menghitung hasil keuntungan perdagangan atau penjualan barang-barang kita.